12.06.2012

Pengaruh Botol Dot


PENGGUNAAN BOTOL DOT SEBAGAI PENYEBAB MALOKLUSI
DAN TERJADINYA KARIES PADA ANAK
Gita Putri Kencana, Trianike Nur Aini
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

ABSTRAK
Makanan pertama dan utama bagi balita adalah ASI yang mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian ASI pada anak sangatlah penting bagi tumbuh kembang anak, termasuk tumbuh kembang rahang. Namun, pada era globalisasi saat ini sudah jarang kita temui pemberian ASI secara eksklusif kepada balita. Banyak ibu-ibu yang beralih pada botol dot dengan berbagai alasan, seperti kesibukan sehari-hari sebagai wanita karir serta lebih praktisnya pemberian susu dalam botol daripada pemberian ASI. Penggunaan botol dot dianggap bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan untuk
mulai tidur. Dot memang efektif membantu orang tua dalam menenangkan bayi. Namun hal ini dipercaya justru menjadi faktor penghambat perkembangan bicara anak, selain itu dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang. Orangtua harus waspada memberikan dot kepada anak. Pasalnya, anak yang terlalu sering mengisap dot dikhawatirkan susunan giginya dapat berubah atau bahkan kemampuan berbicara mereka tertunda. Kajian pustaka ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan botol dot terhadap maloklusi dan karies anak. Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bisa lepas dari dot, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari dotnya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan dot, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi. Kesimpulan dari kajian ini, penggunaan botol dot pada balita memiliki dampak postif yaitu dapat menenangkan bayi yang rewel namun memiliki dampak negatif yang cukup serius yaitu kerusakan pada gigi balita diantaranya susunan giginya dapat berubah, kemampuan berbicara dapat tertunda, menimbulkan gangguan kesehatan gigi balita seperti karies dan maloklusi.

Kata kunci: botol dot, karies, maloklusi


BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang sangat sempurna, bersih, serta mengandung zat kekebalan yang sangat dibutuhkan bayi (Prasetyono, 2009). Namun saat ini sudah jarang kita temui pemberian ASI pada balita oleh seorang ibu. Lunturnya pemberian ASI pada balita mulai kita rasakan sedikit demi sedikit seiring berkembangnya jaman di era globalisasi sekarang. Mayoritas ibu-ibu saat ini enggan memberikan ASI pada balitanya karena dianggap tidak praktis dan menyita banyak waktu. Sebagian beralasan bahwa seorang wanita karir tidak punya waktu dan harus fosus terhadap pekerjaannya. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih menggunakan dot bagi balita mereka.
            Dot dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Penggunaan dot dianggap bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan untuk mulai tidur, rasa nyeri pada waktu gigi tumbuh, dipisahkan dari ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari, serta menurunnya kejadian SIDS (sudden infant death syndrome). Dot  memang efektif membantu orangtua dalam menenangkan bayi saat menangis. Namun hal ini dipercaya justru menjadi faktor penghambat perkembangan bicara anak. Selain itu membiasakan memberikan susu atau minuman lain menggunakan botol susu pada anak kita ternyata dapat menimbulkan kerusakan pada gigi atau biasa di sebut dengan karies.
Penggunaan dot yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi. Dari beberapa penelitian, terbukti ada korelasi antara penggunaan dot yang berkepanjangan (2 tahun atau lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini diperberat bila penggunaan dot dilakukan sambil tidur (night feeding). Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan oleh Peressini (2003), menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan minum dot botol sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan gigi.
Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bisa lepas dari dot, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari dotnya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan dot, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui pengaruh penggunaan botol dot sebagai penyebab maloklusi dan terjadinya karies gigi pada anak.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya karies?
2.      Bagaimanakah mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya maloklusi?
3.      Bagaimanakah penanganan pengaruh penggunaan botol dot terhadap tumbuh kembang gigi anak?

1.3. Tujuan dan Manfaat
1.      Mengetahui mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya karies
2.      Mengetahui mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya maloklusi
3.      Mengetahui penanganan masalah pengaruh botol dot terhadap perkembangan tumbuh kembang gigi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botol Dot
Dot, yang juga dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Non nutritive sucking seperti halnya dot, sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia, penggunaannya merupakan usaha  orangtua untuk memberikan sesuatu yang dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman untuk bayinya. Penggunaannya sangat  luas di seluruh dunia. (Pacifier, 2010)
Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi prematur yang dirawat di ruang perawatan intensif (NICU), yang juga diberikan dot, menunjukkan perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang signifikan, mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta memperpendek masa perawatan. Di sisi lain, penggunaan dot akan selalu menimbulkan perdebatan dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena penggunaan dot pada bayi-bayi akan menimbulkan implikasi yang merugikan seperti, terjadinya gangguan pola pengisapan bayi sehingga akan terjadi penyapihan awal karena bayi menolak untuk menghisap ASI dari puting ibu, meningkatnya risiko otitis media, infeksi saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi.
Dari beberapa penelitian tentang penggunaan dot, dilaporkan bahwa 75 – 85 % anak-anak di negara-negara barat menggunakan dot (Niemela et al. 1994), sedangkan Howard et al. (1994) melaporkan bahwa bayi-bayi di Amerika Serikat telah diberikan dot sejak umur 6 minggu atau lebih muda. Victoria et al. (1997) dari penelitiannya melaporkan bahwa 85 % bayi-bayi sudah mulai menggunakan dot sejak umur 1 bulan. Pansy dkk. melaporkan bahwa prevalensi penggunaan dot tinggi pada minggu ke tujuh (82%) dan bulan kelima kelahiran (78%). Di samping itu, pengaruh umur dan kebiasaan ibu juga mempengaruhi penggunaan dot pada bayinya. Ibu yang lebih tua lebih sering memperkenalkan dot segera setelah melahirkan dibandingkan dari ibu-ibu muda. Sedangkan pada usia lima bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dot baik oleh oleh ibu-ibu muda atau yang lebih tua. Kelmanson dan North menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dan ibu merokok lebih mungkin untuk memberikan dot kepada bayi mereka.
Penggunaan dot pada awal-awal kehidupan sering dikaitkan dengan keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap sesuatu. Penggunaan dot dianggap bermanfaat, karena :
1.      Menurunkan Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome / SIDS)
SIDS adalah kematian bayi sampai umur 1 tahun, yang terjadi mendadak dengan penyebab yang tidak diketahui, meskipun sudah dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris lengkap serta otopsi. Meskipun sebab yang pasti belum diketahui, tetapi diduga faktor yang berperan dalam terjadinya SIDS karena belum sempurnanya peran kontrol autonomik sistem kardiorespirasi, serta gagalnya respon bangun pada waktu bayi tidur.
Cozzi (1979) telah meneliti hubungan antara dot dan SIDS, kemudian Mitchell et al. (1993), yang melaporkan bahwa penggunaan dot dapat menurunkan kemungkinan terjadinya SIDS. Dari hasil meta analisis, Hauck et al. (2005) menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara penggunaan dot dan menurunnya risiko terjadinya SIDS. Namun belum ada kejelasan tentang mekanisme peranan dot dalam mencegah terjadinya SIDS.
Berkaitan dengan dot, dalam rekomendasi AAP tentang SIDS yang berkaitan dengan penggunaan dot disebutkan bahwa dot dianjurkan pada waktu tidur, bila terlepas, tidak perlu dimasukkan lagi ke mulut bayi apabila bayi sudah tertidur; dot tidak dianjurkan diolesi dengan pemanis; dot harus dibersihkan sebelum maupun sesudah digunakan; untuk bayi yang menetek, tunda penggunaan dot sampai paling tidak berumur 1 bulan .
2.      Efek menenangkan
Non-nutritive sucking (NNS) / ngempeng, atau menghisap tanpa minum (susu atau cairan lainnya), adalah mekanisme untuk menenteramkan / menenangkan yang merupakan fenomena alami pada bayi. Penggunaan dot sebagai NNS lebih dianjurkan daripada ibu jari, jari atau benda lain, selain mudah disterilkan, secara umum relatif lebih mudah disapih .
Tidak seperti halnya bayi sehat, beberapa penelitian meyebutkan bahwa NNS mempunyai peranan positif pada bayi kecil yang dirawat di NICU, selain menenangkan dan memberikan rasa nyaman, NNS juga akan memperkuat otototot mulut, sehingga memudahkan untuk proses pemberian minum oral setelah sebelumnya menggunakan selang. Selain itu, terbukti bahwa penggunaan dot juga akan memperpendek masa rawat .
Berikut gejala kerusakan gigi karena botol susu, seperti dilansir onlymyhealth, antara lain:
1.    Gigi mengalami perubahan warna
2. Peradangan pada gusi
3. Rasa sakit pada gigi
4. Kesulitan dalam makan dan berbicara
5. Gangguan tidur
6. Infeksi
7. Maloklusi dan karies gigi

2.2 Maloklsi
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, patologi. Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas, yaitu:
1. Klas I angle (Netroklusi)
Pada maloklusi ini patokannya diambil dari hubungan molar pertama atas dengan molar pertama rahang bawah. Bila molar pertama atas atau molar pertama bawah tidak ada maka kadang-kadang dilihat dari hubungan kaninus rahang atas dan rahang bawah.
Menurut Devey,klas I ini dibagi menjadi 5 tipe :
a. Klas I tipe 1          :  bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas terletak pada garis bukal molar pertama bawah dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal (crowding dan kaninus terletak lebih ke labial.
b. Klas I tipe 2         :  hubungan molar pertama atas dan bawah normal dan gigi anterior dalam keadaan protusif. 
c. Klas I tipe 3          : hubungan pertama molar pertama atas dan bawah normal tetapi terjadi gigitan bersilang anterior.
d. Klas I tipe 4         :  hubungan pertama molar atas dan bawah normal tetapi terjadi gigitan bersilang posterior.
e. Klas I tipe 5          :  hubungan molar pertama normal, kemudian pada gigi posterior terjadi migrasi kearah mesial.
2. Klas II Angle
Sehubungan bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas lebih anterior dari garis bukal molar pertama bawah. Juga apabila bonjol mesial cusp molar pertama atas bergeser sedikit ke anteriordan tidak pada garis bukal pertama atas melewati bonjol mesiobukal molar pertama bawah.
Pada maloklusi ini hubungan kaninusnya bervariasi yaitu kaninus bisa terletak diantara insisif lateral dan kaninus bawah.pada umumnya kelainan ini disbabkan karena kelainan pada tulang rahang atau maloklusi tipe skeletal. 
Menurut dewey, klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:
a. Divisi I        : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi anterior adalah protusif. Kadang-kadang disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil pasien terlihat seperti paruh burung.
b. Divisi 2        : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi deep bite dan profil pasien seolah-olah normal.
3. Klas III Angle (mesioklusi)
Disini bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas berada lebih ke distal atau melewati bonjol distal molar pertama bawah, atau lebih kedistal sedikit saja dari garis bukal molar pertama bawah. Sedangkan kedudukan kaninus biasanya terletak diantara premolar pertama dan kedua bawah. Klas III ini disebut juga tipe skeletal.
Menurut dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:
a. Klas III tipe 1          : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi sedang hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge).
b. Klas III tipe 2         : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi,sedang gigi anterior hubungannya normal.
c. Klas III tipe 3          : hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite) sehingga dagu penderita menonjol kedepan. (Hambali, 1985)
Maloklusi yang terjadi akibat penggunaan botol adalah maloklusi tipe dental.

2.3 Karies
             Karies gigi adalah suatu penyakit dari jaringan kapur (kalsium) gigi,  ditandai dengan kerusakan jaringan gigi, yang dimulai pada permukaan gigi  dalam area predileksinya yaitu pit, fisur, kontak proksimal dan secara progresif  menyerang ke arah pulpa. Kerusakan gigi termasuk di dalamnya dekalsifikasi  dari bahan-bahan anorganik dan desintegrasi dari bahan-bahan anorganik dari  jaringan gigi. (Massler, et al. 1952)
 Pada anak-anak sering sekali terjadi karies akibat penggunaan botol dot, hal ini biasanya disebut dengan istilah karies botol. Karies botol merupakan masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi,  banyak ibu datang ke klinik dengan membawa anaknya yang sudah menderita  karies botol, bahkan bayi yang masih sangat muda, ada yang melaporkan usia  16 bulan sudah terkena karies botol. Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang  penyebab karies botol menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat. ASI  (Air Susu Ibu) atau makanan/ minuman / susu melalui botol merupakan cara  pemberian makanan yang utama pada bayi dan anak, namun pola pemberian  yang salah ternyata menyebabkan terjadinya karies botol.
Pemeriksaan klinis memperlihatkan adanya pola yang khas dan  progresif. Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada gigi  rahang atas bagian lingual. Gigi yang sering terlibat adalah gigi insisivus  sentralis dan lateralis atas, molar pertama desidui atas dan bawah. Permukaan  yang terkena dimulai dari proksimal kemudian labial (servikal) dan oklusal pada  gigi molar.   Selama menyusui dengan ASI atau botol, putting susu atau dot terletak di  bagian palatal, menyebabkan palatum tertekan, sementara itu otot oral  menekan isi botol ke dalam mulut. Cairan dari botol atau ASI tidak/ sedikit  mengenai gigi depan bawah karena secara fisik gigi bawah dilindungi oleh lidah,  juga oleh ludah yang berasal dari glandula salivari. Disamping itu gigi depan  bawah juga merupakan gigi yang relatif imun terhadap karies.   Jika anak tertidur dengan putting susu atau dot berada dalam mulut,  cairan tersebut akan tergenang pada gigi atas. Jika cairan tersebut  mengandung karbohidrat yang memfermentasikan asam disekeliling gigi akan  terjadi proses dekalsifikasi. Aliran saliva dan proses penelanan yang kurang  selama tidur akan membahayakan gigi karena tidak ada self cleansing.















BAB III. PEMBAHASAN
3.1.Mekanisme Terjadinya Karies Akibat Penggunaan Botol Dot
Tahap perkembangan karies atau pola kerusakan karies botol terdiri dari  beberapa tahap, meskipun pada perkembangannya kadang-kadang sulit untuk  dideteksi.  Pada setiap tahap  pencegahan yang  dilakukan mempunyai efek  yang baik.   Diagnosa awal karies botol dimulai dengan diskolorasi yang relatif sedikit  pada gigi, karies dimulai dengan demineralisasi, white spot pada permukaan  superfisialis lingual atau labiolingual dari gigi insisivus atas, kadang-kadang dijumpai pula pada bagian proksimal, tetapi paling sering dijumpai pada bagian  serviks tempat melekatnya plak.   Secara umum ada 5 tahap perkembangan karies botol yaitu :
a.       Inisial 
Disebut juga tahap reversibel, karena tahap ini dapat hilang. Ditandai  dengan terlihatnya warna putih, opak pada bagian seviks dan proksimal gigi  insisivus atas akibat demineralisasi. Demineralisasi dimulai beberapa bulan  setelah gigi erupsi. Rasa sakit tidak ada. 
b.      Karies/kerusakan 
Lesi pada gigi insisivus atas meluas ke dentin dan menunjukkan  diskolorasi. Proses ini sangat cepat, anak mulai mengeluh sakit/ngilu bila minum  air terutama yang dingin dan gigi yang terlibat sudah mencapai molar satu atas. 
c.       Lesi yang dalam
Lesi pada gigi depan sudah meluas. Anak mulai mengeluh adanya rasa  sakit sewaktu makan terutama saat mengunyah dan juga saat menyikat gigi.  Pulpa insisivus atas sudah terlibat, rasa sakit spontan pada malam hari dan  sesudah minum panas/dingin yang berlangsung beberapa menit.
d.      Tahap traumatik 
Tahap ini terjadi akibat tidak dilakukan tindakan  perawatan sewaktu  gejala awal terjadi. Gigi depan atas akan rusak karena karies dan dengan  tekanan yang ringan dapat terjadi fraktur, bahkan tidak jarang anak datang  dengan hanya tinggal akar gigi saja. Pada tahap ini pulpa gigi insisivus atas  sudah non vital, molar bawah sudah pada tahap kerusakan.
e.       Tahap karies  terhenti 
Semua tahap akan terhenti bila penyebab karies gigi dihilangkan. Akibat  remineralisasi lesi akan berwarna coklat gelap.

3.2.Mekanisme Terjadinya Maloklusi Akibat Penggunaan Botol Dot
Menggunakan botol dot dalam durasi dan frekuensi berlebih berperan besar dalam "memajukan" gigi depan anak (maloklusi). Kendati tidak sekeras jari, makin sering menggunakan dot, maka kemungkinan protrusi akan semakin besar.
Menurut Dr Sarworini Bagio Budiardjo drg SpKGA, dari Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak FKG-Universitas Indonesia, karena saat mengisap menggunakan botol dot dapat mengakibatkan, rahang atas secara refleks akan maju ke depan. Sementara rahang bawah bergerak ke arah sebaliknya. Perubahan posisi gigi juga besar kemungkinannya terjadi jika anak menggunakan botol dot terlalu berlebihan.

3.3.Penanganan Kerusakan Gigi Akibat Penggunaan Botol Dot
Mengatasi kerusakan gigi akibat minuman botol dapat dilakukan dengan tindakan antara lain yaitu meningkatkan daya tahan gigi dengan pemberian fluor melalui tablet hisap fluor ataupun pengolesan fluor secara teratur pada gigi anak. Mengurangi jumlah mikroorganisme yang berkontak dengan gigi, dilakukan dengan cara ‘oral profilaksis’ yaitu dengan sikat gigi di rumah secara teratur dan dibantu menggunakan benang gigi untuk membersihkan sela-sela gigi. Kontrol makanan dan minuman dengan mengurangi makanan/minuman yang mengandung karbohidrat terutama di antara jam-jam makan.
            Tindakan rehabilitatif yang dimaksudkan adalah mendatangi dokter gigi untuk memperoleh perawatan, seperti penambalan, pengolesan larutan fluor, pembuatan sarung gigi dari logam serta kontrol ke dokter gigi setelah mendapat perawatan setiap tiga bulan.
Jadi yang harus dilakukan sebagai orang tua adalah melakukan pembersihan terhadap gigi anak begitu kelihatan gigi tumbuh pada usia anak sekitar 6 bulan. Karena jaringan mulut masih lembut, maka pembersihan dapat dilakukan dengan memakai kapas yang dibasahi air. Dengan meningkatnya usia, akan bertambah pula gigi-gigi anak dan jaringan mulut makin kuat, maka pembersihan gigi dapat dilakukan dengan sikat gigi khusus yang dipilih sesuai untuk anak.
Diusahakan agar anak pada waktu minum susu (ASI atau susu botol) tidak dengan maksud menidurkan anak, dan apabila anak tidur maka botol harus dilepaskan dari mulut anak. Gigi anak harus dibersihkan setelah selesai makan atau minum susu menjelang tidur.




















BAB IV. PENUTUP
Kesimpulan
            Mekanisme terjadinya karies ada 5 tahap perkembangan yaitu inisial, karies, lesi yang dalam, tahap traumatik, tahap karies terhenti. Sedangkan untuk mekanisme terjadinya maloklusi yaitu majunya secra refleks rahang atas dan rahang bawah bergerak sebaliknya.
Penanganan pada kerusakan gigi anak diantaranya yaitu pemberian fluor, melakukan oral profilaksis, mengontrol makanan dan minuman, mendatangi dokter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar