PENGGUNAAN BOTOL DOT SEBAGAI
PENYEBAB MALOKLUSI
DAN TERJADINYA KARIES PADA ANAK
Gita
Putri Kencana, Trianike Nur Aini
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
ABSTRAK
Makanan
pertama dan utama bagi balita adalah ASI yang mengandung berbagai zat gizi yang
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian ASI pada
anak sangatlah penting bagi tumbuh kembang anak, termasuk tumbuh kembang
rahang. Namun, pada era globalisasi saat ini sudah jarang kita temui pemberian
ASI secara eksklusif kepada balita. Banyak ibu-ibu yang beralih pada botol dot
dengan berbagai alasan, seperti kesibukan sehari-hari sebagai wanita karir
serta lebih praktisnya pemberian susu dalam botol daripada pemberian ASI.
Penggunaan botol dot dianggap bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta
memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan untuk
mulai tidur. Dot memang efektif membantu orang tua dalam menenangkan bayi.
Namun hal ini dipercaya justru menjadi faktor penghambat perkembangan bicara
anak, selain itu dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
rahang. Orangtua harus waspada memberikan dot
kepada anak. Pasalnya, anak yang terlalu sering mengisap dot dikhawatirkan
susunan giginya dapat berubah atau bahkan kemampuan berbicara mereka tertunda. Kajian
pustaka ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan botol dot terhadap
maloklusi dan karies anak. Apabila bayi hanya
sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 tahun, maka tidak ada masalah
dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan
meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bisa lepas dari dot,
sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari dotnya.
Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana
mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan
pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama
penggunaan dot, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi. Kesimpulan dari kajian
ini, penggunaan botol dot pada balita memiliki dampak postif yaitu dapat
menenangkan bayi yang rewel namun memiliki dampak negatif yang cukup serius
yaitu kerusakan pada gigi balita diantaranya susunan giginya dapat berubah,
kemampuan berbicara dapat tertunda, menimbulkan gangguan kesehatan gigi balita
seperti karies dan maloklusi.
Kata kunci: botol dot, karies,
maloklusi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan pertama dan utama bagi bayi
adalah air susu ibu (ASI). ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi
bayi yang sangat sempurna, bersih, serta mengandung zat kekebalan yang sangat
dibutuhkan bayi (Prasetyono, 2009). Namun saat ini sudah jarang kita temui
pemberian ASI pada balita oleh seorang ibu. Lunturnya pemberian ASI pada balita
mulai kita rasakan sedikit demi sedikit seiring berkembangnya jaman di era
globalisasi sekarang. Mayoritas ibu-ibu saat ini enggan memberikan ASI pada balitanya
karena dianggap tidak praktis dan menyita banyak waktu. Sebagian beralasan
bahwa seorang wanita karir tidak punya waktu dan harus fosus terhadap
pekerjaannya. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih menggunakan dot bagi balita
mereka.
Dot dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat
dari karet atau plastik. Penggunaan dot dianggap bermanfaat karena akan
menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu
seperti keinginan untuk mulai tidur, rasa nyeri pada waktu gigi tumbuh,
dipisahkan dari ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari, serta menurunnya
kejadian SIDS (sudden infant death
syndrome). Dot memang efektif membantu orangtua dalam
menenangkan bayi saat menangis. Namun hal ini dipercaya justru menjadi faktor
penghambat perkembangan bicara anak. Selain itu membiasakan memberikan susu
atau minuman lain menggunakan botol susu pada anak kita ternyata dapat
menimbulkan kerusakan pada gigi atau biasa di sebut dengan karies.
Penggunaan dot yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan
timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi. Dari beberapa penelitian,
terbukti ada korelasi antara penggunaan dot yang berkepanjangan (2 tahun atau
lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini diperberat bila penggunaan dot
dilakukan sambil tidur (night feeding).
Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan oleh Peressini (2003),
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan minum dot
botol sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan gigi.
Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur
1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi
adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih
tidak bisa lepas dari dot, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera
menyapih si kecil dari dotnya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya
tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi
perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di
kemudian hari. Makin lama penggunaan dot, akan makin tinggi risiko kerusakan
gigi.
Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis ingin mengetahui pengaruh penggunaan botol dot sebagai
penyebab maloklusi dan terjadinya karies gigi pada anak.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya karies?
2. Bagaimanakah
mekanisme botol dot menyebabkan terjadinya maloklusi?
3. Bagaimanakah
penanganan pengaruh penggunaan botol dot terhadap tumbuh kembang gigi anak?
1.3.
Tujuan dan Manfaat
1.
Mengetahui mekanisme botol dot
menyebabkan terjadinya karies
2.
Mengetahui mekanisme botol dot
menyebabkan terjadinya maloklusi
3.
Mengetahui penanganan masalah pengaruh
botol dot terhadap perkembangan tumbuh kembang gigi
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Botol
Dot
Dot, yang juga dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier,
adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau
plastik. Non nutritive sucking
seperti halnya dot, sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia,
penggunaannya merupakan usaha orangtua untuk memberikan sesuatu yang
dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman untuk bayinya. Penggunaannya
sangat luas di seluruh dunia. (Pacifier,
2010)
Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi
prematur yang dirawat di ruang perawatan intensif (NICU), yang juga diberikan
dot, menunjukkan perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang
signifikan, mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta
memperpendek masa perawatan. Di sisi lain, penggunaan dot akan selalu
menimbulkan perdebatan dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena
penggunaan dot pada bayi-bayi akan menimbulkan implikasi yang merugikan
seperti, terjadinya gangguan pola pengisapan bayi sehingga akan terjadi
penyapihan awal karena bayi menolak untuk menghisap ASI dari puting ibu, meningkatnya risiko
otitis media, infeksi saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi.
Dari beberapa penelitian tentang penggunaan
dot, dilaporkan bahwa 75 – 85 % anak-anak di negara-negara barat menggunakan dot (Niemela et al. 1994), sedangkan Howard et al. (1994) melaporkan bahwa
bayi-bayi di Amerika Serikat telah diberikan dot sejak umur 6 minggu atau lebih
muda. Victoria et al. (1997) dari
penelitiannya melaporkan bahwa 85 % bayi-bayi sudah mulai menggunakan dot sejak
umur 1 bulan. Pansy dkk. melaporkan bahwa prevalensi penggunaan dot tinggi pada
minggu ke tujuh (82%) dan bulan kelima kelahiran (78%). Di samping itu,
pengaruh umur dan kebiasaan ibu juga mempengaruhi penggunaan dot pada bayinya.
Ibu yang lebih tua lebih sering memperkenalkan dot segera setelah melahirkan
dibandingkan dari ibu-ibu muda. Sedangkan pada usia lima bulan, tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dot baik oleh oleh ibu-ibu muda atau
yang lebih tua. Kelmanson dan North menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang
rendah dan ibu merokok lebih mungkin untuk memberikan dot kepada bayi mereka.
Penggunaan dot pada awal-awal kehidupan
sering dikaitkan dengan keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap
sesuatu. Penggunaan dot dianggap bermanfaat, karena :
1.
Menurunkan Sindrom
kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome / SIDS)
SIDS adalah kematian bayi sampai umur 1
tahun, yang terjadi mendadak dengan penyebab yang tidak diketahui, meskipun
sudah dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris lengkap serta otopsi.
Meskipun sebab yang pasti belum diketahui, tetapi diduga faktor yang berperan
dalam terjadinya SIDS karena belum sempurnanya peran kontrol autonomik sistem
kardiorespirasi, serta gagalnya respon bangun pada waktu bayi tidur.
Cozzi (1979) telah meneliti hubungan antara dot dan
SIDS, kemudian Mitchell et al. (1993), yang
melaporkan bahwa penggunaan dot dapat menurunkan kemungkinan terjadinya SIDS.
Dari hasil meta analisis, Hauck et al. (2005)
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara penggunaan dot dan menurunnya
risiko terjadinya SIDS. Namun belum ada kejelasan tentang mekanisme peranan dot
dalam mencegah terjadinya SIDS.
Berkaitan dengan dot, dalam rekomendasi AAP
tentang SIDS yang berkaitan dengan penggunaan dot disebutkan bahwa dot
dianjurkan pada waktu tidur, bila terlepas, tidak perlu dimasukkan lagi ke
mulut bayi apabila bayi sudah tertidur; dot tidak dianjurkan diolesi dengan
pemanis; dot harus dibersihkan sebelum maupun sesudah digunakan; untuk bayi
yang menetek, tunda penggunaan dot sampai paling tidak berumur 1 bulan .
2.
Efek menenangkan
Non-nutritive sucking (NNS) / ngempeng, atau
menghisap tanpa minum (susu atau cairan lainnya), adalah mekanisme untuk
menenteramkan / menenangkan yang merupakan fenomena alami pada bayi. Penggunaan
dot sebagai NNS lebih dianjurkan daripada ibu jari, jari atau benda lain, selain
mudah disterilkan, secara umum relatif lebih mudah disapih .
Tidak seperti halnya bayi sehat, beberapa
penelitian meyebutkan bahwa NNS mempunyai peranan positif pada bayi kecil yang
dirawat di NICU, selain menenangkan dan memberikan rasa nyaman, NNS juga akan
memperkuat otototot mulut, sehingga memudahkan untuk proses pemberian minum
oral setelah sebelumnya menggunakan selang. Selain itu, terbukti bahwa
penggunaan dot juga akan memperpendek masa rawat .
Berikut gejala kerusakan gigi karena botol susu, seperti
dilansir onlymyhealth, antara lain:
1. Gigi mengalami
perubahan warna
2. Peradangan
pada gusi
3. Rasa sakit
pada gigi
4. Kesulitan
dalam makan dan berbicara
5. Gangguan
tidur
6. Infeksi
7. Maloklusi dan
karies gigi
2.2 Maloklsi
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas
dan bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang
normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa
faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan,
lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, patologi. Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas,
yaitu:
1. Klas I angle (Netroklusi)
Pada maloklusi ini patokannya diambil dari hubungan molar pertama atas
dengan molar pertama rahang bawah. Bila molar pertama atas atau molar pertama
bawah tidak ada maka kadang-kadang dilihat dari hubungan kaninus rahang atas
dan rahang bawah.
Menurut Devey,klas I ini dibagi menjadi 5 tipe :
a. Klas I tipe 1 : bonjol mesiobukal cusp molar
pertama atas terletak pada garis bukal molar pertama bawah dimana gigi anterior
dalam keadaan berjejal (crowding dan kaninus terletak lebih ke labial.
b. Klas I tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan
bawah normal dan gigi anterior dalam keadaan protusif.
c. Klas I tipe 3 : hubungan pertama molar pertama atas dan bawah normal tetapi terjadi
gigitan bersilang anterior.
d. Klas I tipe 4 : hubungan pertama molar atas dan
bawah normal tetapi terjadi gigitan bersilang posterior.
e. Klas I tipe 5 : hubungan molar pertama normal,
kemudian pada gigi posterior terjadi migrasi kearah mesial.
2. Klas II Angle
Sehubungan bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas lebih anterior dari
garis bukal molar pertama bawah. Juga apabila bonjol mesial cusp molar pertama
atas bergeser sedikit ke anteriordan tidak pada garis bukal pertama atas
melewati bonjol mesiobukal molar pertama bawah.
Pada maloklusi ini hubungan kaninusnya bervariasi yaitu kaninus bisa
terletak diantara insisif lateral dan kaninus bawah.pada umumnya kelainan ini
disbabkan karena kelainan pada tulang rahang atau maloklusi tipe skeletal.
Menurut dewey, klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:
Menurut dewey, klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:
a. Divisi I :
hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi
anterior adalah protusif. Kadang-kadang disebabkan karena kecilnya rahang bawah
sehingga profil pasien terlihat seperti paruh burung.
b. Divisi 2 :
hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi
anterior seolah-olah normal tetapi terjadi deep bite dan profil pasien
seolah-olah normal.
3. Klas III Angle (mesioklusi)
Disini bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas berada lebih ke distal
atau melewati bonjol distal molar pertama bawah, atau lebih kedistal sedikit
saja dari garis bukal molar pertama bawah. Sedangkan kedudukan kaninus biasanya
terletak diantara premolar pertama dan kedua bawah. Klas III ini disebut juga
tipe skeletal.
Menurut dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:
Menurut dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:
a. Klas III tipe 1 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi sedang hubungan
anterior insisal dengan insisal (edge to edge).
b. Klas III tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi,sedang gigi anterior
hubungannya normal.
c. Klas III tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite) sehingga dagu
penderita menonjol kedepan. (Hambali, 1985)
Maloklusi yang terjadi
akibat penggunaan botol adalah maloklusi tipe dental.
2.3 Karies
Karies gigi adalah suatu penyakit dari
jaringan kapur (kalsium) gigi, ditandai
dengan kerusakan jaringan gigi, yang dimulai pada permukaan gigi dalam area predileksinya yaitu pit, fisur,
kontak proksimal dan secara progresif menyerang
ke arah pulpa. Kerusakan gigi termasuk di dalamnya dekalsifikasi dari bahan-bahan anorganik dan desintegrasi
dari bahan-bahan anorganik dari jaringan
gigi. (Massler, et al. 1952)
Pada anak-anak sering sekali terjadi karies
akibat penggunaan botol dot, hal ini biasanya disebut dengan istilah karies botol.
Karies botol merupakan masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi, banyak ibu datang ke klinik dengan membawa
anaknya yang sudah menderita karies
botol, bahkan bayi yang masih sangat muda, ada yang melaporkan usia 16 bulan sudah terkena karies botol.
Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang
penyebab karies botol menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat.
ASI (Air Susu Ibu) atau makanan/ minuman
/ susu melalui botol merupakan cara
pemberian makanan yang utama pada bayi dan anak, namun pola
pemberian yang salah ternyata
menyebabkan terjadinya karies botol.
Pemeriksaan klinis
memperlihatkan adanya pola yang khas dan
progresif. Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada
gigi rahang atas bagian lingual. Gigi
yang sering terlibat adalah gigi insisivus
sentralis dan lateralis atas, molar pertama desidui atas dan bawah.
Permukaan yang terkena dimulai dari
proksimal kemudian labial (servikal) dan oklusal pada gigi molar.
Selama menyusui dengan ASI atau botol, putting susu atau dot terletak
di bagian palatal, menyebabkan palatum
tertekan, sementara itu otot oral
menekan isi botol ke dalam mulut. Cairan dari botol atau ASI tidak/
sedikit mengenai gigi depan bawah karena
secara fisik gigi bawah dilindungi oleh lidah,
juga oleh ludah yang berasal dari glandula salivari. Disamping itu gigi
depan bawah juga merupakan gigi yang
relatif imun terhadap karies. Jika anak
tertidur dengan putting susu atau dot berada dalam mulut, cairan tersebut akan tergenang pada gigi
atas. Jika cairan tersebut mengandung
karbohidrat yang memfermentasikan asam disekeliling gigi akan terjadi proses dekalsifikasi. Aliran saliva
dan proses penelanan yang kurang selama
tidur akan membahayakan gigi karena tidak ada self cleansing.
BAB
III. PEMBAHASAN
3.1.Mekanisme Terjadinya Karies Akibat
Penggunaan Botol Dot
Tahap perkembangan
karies atau pola kerusakan karies botol terdiri dari beberapa tahap, meskipun pada perkembangannya
kadang-kadang sulit untuk dideteksi. Pada setiap tahap pencegahan yang dilakukan mempunyai efek yang baik.
Diagnosa awal karies botol dimulai dengan diskolorasi yang relatif
sedikit pada gigi, karies dimulai dengan
demineralisasi, white spot pada permukaan
superfisialis lingual atau labiolingual dari gigi insisivus atas,
kadang-kadang dijumpai pula pada bagian proksimal, tetapi paling sering
dijumpai pada bagian serviks tempat
melekatnya plak. Secara umum ada 5
tahap perkembangan karies botol yaitu :
a. Inisial
Disebut juga tahap
reversibel, karena tahap ini dapat hilang. Ditandai dengan terlihatnya warna putih, opak pada
bagian seviks dan proksimal gigi
insisivus atas akibat demineralisasi. Demineralisasi dimulai beberapa
bulan setelah gigi erupsi. Rasa sakit
tidak ada.
b. Karies/kerusakan
Lesi pada gigi
insisivus atas meluas ke dentin dan menunjukkan
diskolorasi. Proses ini sangat cepat, anak mulai mengeluh sakit/ngilu
bila minum air terutama yang dingin dan
gigi yang terlibat sudah mencapai molar satu atas.
c. Lesi
yang dalam
Lesi pada gigi depan
sudah meluas. Anak mulai mengeluh adanya rasa
sakit sewaktu makan terutama saat mengunyah dan juga saat menyikat
gigi. Pulpa insisivus atas sudah
terlibat, rasa sakit spontan pada malam hari dan sesudah minum panas/dingin yang berlangsung
beberapa menit.
d. Tahap
traumatik
Tahap ini terjadi
akibat tidak dilakukan tindakan
perawatan sewaktu gejala awal
terjadi. Gigi depan atas akan rusak karena karies dan dengan tekanan yang ringan dapat terjadi fraktur,
bahkan tidak jarang anak datang dengan
hanya tinggal akar gigi saja. Pada tahap ini pulpa gigi insisivus atas sudah non vital, molar bawah sudah pada tahap
kerusakan.
e. Tahap
karies terhenti
Semua tahap akan
terhenti bila penyebab karies gigi dihilangkan. Akibat remineralisasi lesi akan berwarna coklat
gelap.
3.2.Mekanisme Terjadinya Maloklusi
Akibat Penggunaan Botol Dot
Menggunakan
botol dot dalam durasi dan frekuensi berlebih
berperan besar dalam "memajukan" gigi depan anak (maloklusi). Kendati
tidak sekeras jari, makin sering menggunakan dot, maka kemungkinan protrusi akan
semakin besar.
Menurut Dr Sarworini
Bagio Budiardjo drg SpKGA, dari Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak
FKG-Universitas Indonesia, karena saat mengisap menggunakan botol dot dapat mengakibatkan,
rahang atas secara refleks akan maju ke depan. Sementara rahang bawah bergerak
ke arah sebaliknya. Perubahan posisi gigi juga besar kemungkinannya terjadi
jika anak menggunakan botol dot terlalu berlebihan.
3.3.Penanganan Kerusakan Gigi Akibat Penggunaan
Botol Dot
Mengatasi kerusakan gigi akibat minuman
botol dapat dilakukan dengan tindakan antara lain yaitu meningkatkan daya tahan
gigi dengan pemberian fluor melalui tablet hisap fluor ataupun pengolesan fluor
secara teratur pada gigi anak. Mengurangi jumlah mikroorganisme yang berkontak
dengan gigi, dilakukan dengan cara ‘oral profilaksis’ yaitu dengan sikat gigi
di rumah secara teratur dan dibantu menggunakan benang gigi untuk membersihkan
sela-sela gigi. Kontrol makanan dan minuman dengan mengurangi makanan/minuman
yang mengandung karbohidrat terutama di antara jam-jam makan.
Tindakan
rehabilitatif yang dimaksudkan adalah mendatangi dokter gigi untuk memperoleh
perawatan, seperti penambalan, pengolesan larutan fluor, pembuatan sarung gigi
dari logam serta kontrol ke dokter gigi setelah mendapat perawatan setiap tiga
bulan.
Jadi yang harus dilakukan sebagai orang
tua adalah melakukan pembersihan terhadap gigi anak begitu kelihatan gigi
tumbuh pada usia anak sekitar 6 bulan. Karena jaringan mulut masih lembut, maka
pembersihan dapat dilakukan dengan memakai kapas yang dibasahi air. Dengan
meningkatnya usia, akan bertambah pula gigi-gigi anak dan jaringan mulut makin
kuat, maka pembersihan gigi dapat dilakukan dengan sikat gigi khusus yang
dipilih sesuai untuk anak.
Diusahakan agar anak pada waktu minum susu (ASI atau susu botol) tidak dengan maksud menidurkan anak, dan apabila anak tidur maka botol harus dilepaskan dari mulut anak. Gigi anak harus dibersihkan setelah selesai makan atau minum susu menjelang tidur.
Diusahakan agar anak pada waktu minum susu (ASI atau susu botol) tidak dengan maksud menidurkan anak, dan apabila anak tidur maka botol harus dilepaskan dari mulut anak. Gigi anak harus dibersihkan setelah selesai makan atau minum susu menjelang tidur.
BAB
IV. PENUTUP
Kesimpulan
Mekanisme terjadinya karies ada 5 tahap
perkembangan yaitu inisial, karies, lesi yang dalam, tahap traumatik, tahap
karies terhenti. Sedangkan untuk mekanisme terjadinya maloklusi yaitu majunya
secra refleks rahang atas dan rahang bawah bergerak sebaliknya.
Penanganan pada kerusakan gigi anak diantaranya
yaitu pemberian fluor, melakukan oral profilaksis, mengontrol makanan dan
minuman, mendatangi dokter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar