KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Fisiologi yang berjudul “Laporan Praktikum Makanan dan Refleks Muntah” tanpa suatu kendala
yang berarti.
Laporan
Praktikum ini saya buat sebagai salah satu sarana untuk lebih mendalami materi
tentang Makanan dan Refleks Muntah. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha
Esa, untuk itu saya mohon maaf apabila dalam laporan ini masih terdapat
kesalahan baik dalam isi ataupun sistematika. Saya juga berharap laporan
praktikum ini dapat bermanfaat untuk pendalaman materi pada Blok Stomatognasi 2 ini.
Jember,
April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. 1
Daftar
isi....................................................................................................................... 2
BAB 1.
PENDAHULUAN......................................................................................... 3
BAB 2.
HASIL PENGAMATAN............................................................................... 20
BAB 3.
PEMBAHASAN............................................................................................ 21
BAB 4.
KESIMPULAN.............................................................................................. 24
Daftar
Pustaka.............................................................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.1 Dasar Teori Pengunyahan
(Mastikasi)
Pengunyahan merupakan
hasil kerja sama antara peredaran darah, otot pengunyahan, saraf, tulang
rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak rongga mulut dan gigi-gigi.
Organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir,
lidah, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring dan laring. Pada umumnya,
otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik nervus trigeminus khususnya
saraf mandibularis yang dikontrol oleh nukleus di batang otak.
Pergerakan yg terkontrol dari
mandibula dipergunakan dalam mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan
cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang
dalam merespon aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan
mandibular yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah.
Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah dan otot
lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring.
Pergerakan otot rahang, terhubung
pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan secara resiprokal seperti
pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif
merupakan pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak.
Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak
hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan
pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan
dicampur dengan saliva sebagai tahap awal dari proses digesti.
Di dalam mulut, makanan
mengalami proses mastikasi untuk mempermudah mencerna makanan dan merangsang
sekresi saliva. Proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang
berlangsung secara terus-menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
1) Pada
saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi
otot-otot pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang
bawah turun.
2) Penurunan
ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan
kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat
rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan oklusi gigi-gigi.
3) Oklusi
gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang beada di permukaan oklusal gigi
bergerak ke arah pipi.
4) Dorongan
makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang sehingga
mulut kembali terbuka.
5) Pada
saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan ke
atas permukaan gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di rongga
mulut. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran
partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan
pencernaan makanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat
menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi partikel-partikel
halus berfungsi mencegah ekskorias atau lukanya saluran pencernaan. Dalam hal
ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis XII (nervus hypoglossus).
I.1 Pergerakan Pengunyahan
Pemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah
menjadi topic yang menarik dalam hal klinis di kedokteran gigi, terutama dalam
bidang orthodonti dan prostodonti. Salah satu tujuan memugar bentuk oklusal
adalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola pergerakan rahang.
Oleh karena itu, beberapa penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagian
mandibula selama pengunyahan dan untuk mengidentifikasikan posisi mandibula
setelahnya. Dokter gigi mencari posisi stabil mandibula untuk menfasilitasi
penelitian tentang rahang pada alat yang bernama simulator atau artikulator.
Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut
dengan kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200
pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan untuk
memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling makanan.
Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang
nerevus cranial ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak.
Stimulasi dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan
menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di
hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan area
sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan.
Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan
dengan alasan sebagai berikut:
-
enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga tingkat
pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh
sekresi pencernaan.
-
Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari
gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan
dari lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.
I.1.1 Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama,
membuka dan menutup. Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot
rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan rahang pada
beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan
berisikan jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik
pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan penghancuran makanan.
Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan
ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran
dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode
yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat
berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi
terdapat fase opening, fast-opening dan slow-opening. Pada
periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase
selama rahang menutup.
Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di
dalam mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk
makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan otot
buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan
cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening
pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan makanan.
Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening dan
fase-closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian
posterior pada rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian
posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh
aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran
makanan yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih
dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit
yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama
terjadinya aktivitas ini.
I.1.2 Aktivitas Otot
Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses
mastikasi terdiri dari aktivitas pola asynchronous dengan variabilitas
yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, tingkat dimana mencapai puncak,
dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan oleh factor-faktor
seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan faktor
individu. Otot penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika
otot pembuka rahang sangat aktif. Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada
awal rahang menutup. Aktivitas dari otot penutup rahang meningkat secara lambat
seiring dengan bertemunya makanan di antara gigi. Otot penutupan pada sebelah
sisi dimana makanan akan dihancurkan, lebih aktif daripada otot penutupan
rahang kontralateral.
I.2 Struktur batang otak dalam control mastikasi
Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi
membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal,
fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur
batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat.
I.2.1 Nukleus Trigeminal Sensorik
Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron
yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal
cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik
principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan
sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari
rostral ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis.
Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus
trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending,
atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus
trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama,
sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di
sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan
traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal
pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi
rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah
kaudal berakhir lebih lateral.
Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda.
Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi
neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan
interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada
perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3
subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi
ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu
yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk
dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi
korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum
dan tanduk dorsal medullar.
Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus
trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial,
serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat
dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan
rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panjang, dan
lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya
sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular,
dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative
sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau
secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat
tidak melebihi batas nucleus.
I.2.2 Nukleus Trigeminal Mesencefalic
Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi
gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal,
gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic.
Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic
berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan
sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di
nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron
yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel
yang berasal dari reseptor ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya.
I.2.3 Nukleus Tigeminal Motorik
Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat
pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron
menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan
alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma
yang menginervasi otot-otot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam
nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan
motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan
intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa
input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya
adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak
mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai
mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang
dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang.
Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan
kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di
luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara
dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik.
Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus
trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi.
I.2.4 Nukleus Hipoglosal Motorik
Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah
lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron
yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron
kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus
hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular.
Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang
terdiri oleh nucleus secara total.
I.2.5 Nukleus Fasial Motorik
Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom
longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar
terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi pembuktan neural
menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam
nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri
pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh
motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan
telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan
utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada
motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung
soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik.
I.2.6 Kontrol Mastikasi
Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain
stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi.
Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator
neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi
pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam
pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah
pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori.
Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan
faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan proses mastikasi.
I.3 Aktivitas brain stem selama mastikasi
Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya
input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke
atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga
membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan
dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang mampu
merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai
generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem
juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain
adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex
otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial.
Gerak refleks yang timbul dari area orofacial
bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang.
Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekurang-kurangnya satu motor
nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan
dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses
penelanan).
Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti
adalah gerak refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang
dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle
spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input
sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat
(sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang
terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa
gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang
sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks
dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing
selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll
dapat menimbulkan refleks jaw-closing dalam waktu singkat. Hal ini
dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang
bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks.
Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli
mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini
menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing.
Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-kurangnya satu
interneuron bekerja.
Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari
cortex yang menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu
kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi
dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat
dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal
dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi.
Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses
pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron α yang
mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastrics (jaw-opening).
Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi
(inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening,
akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing.
2.1.2 Dasar Teori Penelanan
Menelan
merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada dasarnya merupakan
suatu mekanisme yang kompleks. Proses menelan makanan bergerak dari faring
menuju esofagus. Proses penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu:
1)
Fase Volunter
Makanan
ditelan secara sadar. Makanan ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut
oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang terhdap palatum
sehingga lidah memaksa bolus masuk ke dalam orofaring. Proses menelan pada fase
ini seluruhnya atau hampir seluruhnya terjadi secara otomatis dan biasanya
tidak dapat dihentikan.
2)
Fase Faringeal
Setelah
makanan di dorong ke belakang mulut, makanan tersebut merangsang daerah
reseptor penelanan yang terletak di orofaring, khususnya tonsila. Selanjutnya,
impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring
dengan jalan sebagai berikut.
a. Palatum
molle didorong ke atas menutup nares posterior untuk mencegah refluks makanan
ke rongga hidung.
b. Arkus
palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling
mendekati hingga membentuk celah sagital sebagai jalan masuk makanan ke
posterior faring.
c. Pita
suara larings menjadi berdekatan dan epiglotis terdorong ke belakang ke atas
pintu superior larings. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam
trakea.
d. Seluruh
laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os
hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esofagus.
e. Selanjutnya,
bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas)berelaksasi sehingga
memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam esofagus bagian
atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat
untuk mencegah udara masuk ke dalam esofagus saat bernafas.
f. Pada
saat laring terangkat dan sfingter esofagus atas relaksasi, m. Konstriktor
faringeus superior berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang peristaltik
cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan mauk ke dalam
esofagus serta mendorong makanan esofagus bagian bawah. Mekanisme penelanan
pada fase faringeal ini berlangsung selama 1-2 detik.
Pada fase faringeal ini terjadi :
- m.
Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula
tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
- m.genioglosus
(n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring
tertutup.
- Laring
dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi
m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal
I).
- Kontraksi
m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring
inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)
menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko
faring (n.X)
- Pergerakan
laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan
dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke
bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung
sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan
makanan padat.
Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ
|
Afferen
|
Efferen
|
Lidah
Palatum
Hyoid
Nasofaring
Faring
Laring
Esofagus
|
n.V.3
n.V.2, n.V.3
n.Laringeus superior cab internus (n.X)
n.X
n.X
n.rekuren (n.X)
n.X
|
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
n.V :m.tensor veli palatini
n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor
faring sup, m.konstriktor ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.IX :m.stilofaring
n.X : m.krikofaring
|
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf
karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX,
n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat
fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus
menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12
cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang
bekerja yaitu :
- Oropharyngeal
propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3
depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi
dari m.konstriktor faring.
- Hypopharyngeal
suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya
laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap
ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas
dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut
otot longitudinal esofagus bagian superior.
3)
Fase Esofagus
Fungsi
utama esofagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke lambung. Sfingter
bagian bawah esofagus berelaksasi setelah makanan melakukan gelombang
peristaltik dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung. Sfingter
kemudian berkontraki untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung ke dalam
esofagus. Gelombang peristaltik esofagus hampir seluruhnya dikontrol oleh
refleks vagus, yang merupakan sebagian dari keseluruhan mekanisme menelan.
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5 sampai 10
detik. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus dari esofagus ke
medula oblongata dan kembali lagi ke esofagus melalui serat aferen vagus.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai
dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer
terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus
bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang
peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan
peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus
yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan
gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan
padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot
rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
II.1.4 Peranan sistem saraf dalam proses menelan
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi
dalam 3 tahap :
- Tahap
afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring
langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.
- Perintah
diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi)
pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi
motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur
distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses
menelan.
- Tahap
efferen/motorik yang menjalankan perintah
II.2 Gangguan deglutasi/ menelan
Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut
disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik
oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak.
Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan
sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah
yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus
makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.
Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular,
sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta
gangguan emosi. Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut
odinofagia.
Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott
Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga
mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan
tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau
baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan
di esofagusnya.
2.1.3 Dasar Teori Refleks Muntah (Gagging Reflex)
Refleks
muntah (gagging reflex) dianggap
sebagai suatu melkanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda
asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui
faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: somatik (stimulasi saraf sensoris
berasal dari kontak langsung pada daerah sensitif yang disebut trigger zone,
misalnya: sikat gigi dan meletakkan benda
di dalam rongga mulut) dan psikogenik
(distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung,
misalnya: penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).
Letak
trigger zone pada setiap individu tidak sama. Pada beberapa orang trigger zone
dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum, dinding posterior
faring dan lain-lain. Impuls saraf rangsangan ini akan diteruskan ke otak
melalui nervus glossofaringeus dan motoriknya dibawa kembali oleh nervus vagus.
Selain tempat tersebut, refleks muntah juga dapat disebabkan karena hidung
tersumbat, gangguan saluran pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi
anatomi dari palatum molle, perubahan posisi tubuh yang sangat cepat atau
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Mekanisme refleks
muntah dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pada
tahap awal iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi
gerakan antiperistaltis (beberapa menit sebelum muntah).
2) Antiperistaltis
dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik ke duodenum dan lambung dengan
kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
3) Kemudian
pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi
sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan
muntah.
4) Pada
saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada lambung,
bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esofagus bagian bawah, sehngga
muntahan mulai bergerak ke esofagus. Selanjutnya, kontraksi otot-otot abdomen
akan mendorong muntahan keluar.
5) Distensi
berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus
yang menjadi penyebab kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun
oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medula (terletak dekat traktus
solitarius). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan refleks muntah. Imuls-impuls
motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf
kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastro-istestinal bagian atas dan
melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.
6) Kemudian
datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma bersama dengan rangsangan
kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara
diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragrastik sampai ke
batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi
secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus.
7) Reaksi
refleks muntah yang terjadi menimbulkan beberapa efek di dalam rongga mulut
yaitu: bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter
esofagus bagian atas hingga terbuka, penutupan glotis, pengangkatan palatum
molle untuk menutup nares posterior (daearah yang paling sensitif dalam rongga
mulut terhadap berbagai rangsangan).
Cara mencegah refleks
muntah yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur dengan air es berulang
kali), karena air es memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf
untuk menyampaikan rangsangan menuju pusat muntah, sehingga sensitifitas pasien
dapt berkurang. Selain itu, beberapa cara dapat juga digunakan untuk menekan
efek refleks muntah, antara lain: relaksasi, mengalihkan perhatian, metode
desensitisasi, terapi psikologis dan perilaku, anestesi lokal, sedasi, general
anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik dan akupuntur.
2.1.4 Koordinasi Gerakan Lidah
Lidah
merupakan organ stomatognasi berotot yang dilapisi oleh mukos ayang memiliki
resptor pengecap. Lidah memilki kemampuan untuk bergerak ke segala arah. Selain
memiliki fungsi sebagai alat pengecap, lidah juga membantu proses pengunyahan
makanan.
BAB
II
HASIL
PENGAMATAN
TABEL DATA HASIL PERCOBAAN
2.3.1
Pengunyahan
2.3.1.1
Kekuatan Gigit Maksimal
Jenis Kelamin
|
Gigi
|
Kedalaman Gigit
|
|
Kanan
|
Kiri
|
||
Pa
|
Insisiv pertama
|
0.3 cm
|
0.3 cm
|
Kaninus
|
0.3 cm
|
0.5 cm
|
|
Molar pertama
|
0.4 cm
|
0.5 cm
|
|
Pi
|
Insisiv pertama
|
0.1 cm
|
0.1 cm
|
Kaninus
|
0.2 cm
|
0.3 cm
|
|
Molar pertama
|
0.5 cm
|
0.4 cm
|
2.3.1.2
Efisiensi Kunyah
Perhitungan efisiensi kunyah
Pengunyahan 5 kali
N = (N’ + S) – S η = N : berat nasi x
100%
N = (1 gr + 1 gr) – 1 gr = 1 : 2 x 100%
N = 2 gr – 1 gr = 50%
N = 1 gr
Pengunyahan 10 kali
N = (N’ + S) – S η = N : berat nasi x
100%
N = (3 gr + 1 gr) – 1 gr = 3 : 2 x 100%
N = 4 gr – 1 gr = 150%
N = 2 gr
Pengunyahan 20 kali
N = (N’ + S) – S η = N : berat nasi x
100%
N = (4 gr + 1 gr) – 1 gr = 4 : 2 x 100%
N = 5 gr – 1 gr = 200%
N = 4 gr
Keterangan :
N= Berat sisa makanan
N’ = jumlah sisa makanan
S = berat saringan
η = efisiensi kunyah
Jenis Kelamin orang coba
|
Efisiensi Kunyah
|
||
20 kali
|
15 kali
|
10 kali
|
|
Pi
|
50%
|
150%
|
200%
|
2.3.1.3
Kelelahan pada Otot Wajah
Jenis Kelamin orang coba
|
Waktu Kunyah (Awal kunyah-lelah)
|
Pi
|
2 menit sebanyak 135 kunyahan
|
2.3.1.4
Gerakan Lidah Pada Saat Mengunyah
Jenis Kelamin orang coba
|
Posisi Lidah
|
Bentuk
|
Ukuran (normal/tidak)
|
Warna
|
Tekstur
|
Pi
|
relaksasi
|
normal
|
normal
|
pink coral
|
halus
|
anterior
|
mengecil
|
normal
|
pink coral
|
kasar
|
|
lateral
|
mengecil dan menebal
|
normal
|
merah
|
kasar
|
|
posterior
|
melebar dan pendek
|
tidak
|
pink coral
|
halus
|
|
mengunyah
|
normal
|
normal
|
merah
|
halus
|
2.3.2
Pemeriksaan Proses Menelan
2.3.2.1
Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan
Jenis Kelamin orang coba
|
Pola Gerakan
|
Pi
|
Kontraksi-Relaksasi
(Atas-Bawah)
|
2.3.2.2
Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Perlakuan
|
Respon orang coba
|
Dengan pemijatan
|
Lancar +
|
Tanpa pemijatan
|
Lancar +++
|
Kemudahan menelan : lebih mudah tanpa
pemijatan
|
2.3.2.2
Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan
Jenis Kelamin orang coba
|
Kemudahan menelan dan respon orang coba
|
|||
1:0.5
|
1:1
|
1:2
|
1:3
|
|
Pi
|
Lancar +
|
Lancar ++
|
Lancar +++
|
2.3.3
Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs)
2.3.3.1
Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Lokasi
|
Respon orang coba (refleks muntah)
|
||
Rasa pahit
|
Stik es krim
|
Suhu dan sentuhan
|
|
Ujung lidah
|
x
|
x
|
x
|
Dorsal lidah
|
a
|
aa
|
x
|
Lateral kiri
|
x
|
x
|
x
|
Lateral kanan
|
x
|
x
|
x
|
anterior
|
x
|
x
|
x
|
posterior
|
x
|
aa
|
x
|
Posterior palatum
|
a
|
a
|
a
|
uvula
|
aa
|
aaa
|
aa
|
tonsil
|
aaa
|
aaaa
|
aaa
|
faring atas (jika bisa)
|
x
|
x
|
x
|
Yang paling sensitif adalah : Tonsil
|
PERTANYAAN
1. Apa
ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan?
Jelaskan mengapa!
2. Apa
ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan? Jelaska mengapa!
3. Mengapa
makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa!
4. Mengapa
rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?
JAWAB
1. Iya,
lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada perempuan. Karena Jenis
kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi mempengaruhi panjang lengkung
gigi. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung gigi.
Ukuran
gigi pria lebih besar dari ukuran gigi wanita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan trauma.
2. Iya,
kekuatan gigit maksimal pada laki-laki lebih kuat dari perempuan. Karena
laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali
pada gigi anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan
perempuan. Serta ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada perempuan sehingga
lebih kuat daya gigitnya.
3. Karena
setiap makanan memiliki jenis, bahan, dan komposisi yang berbeda. Pada makanan
yang tergolong keras dan kasar akan lebih sulit ditelan daripada makanan yang
halus dan lembut. Sehingga makanan yang halus dan lembut membutuhkan lebih
sedikit pengunyahan daripada yang keras dan kasar.
4. Rasa pahit dilidah erat hubungannya dengan mual-mual dan muntah. Penyebab utamanya
yakni asam lambung yang naik kemulut meninggalkan rasa pahit yang sering
menetap beberapa waktu. Contoh kondisi yang mungkin menyebabkan mual-mual dan
muntah yaitu maag, beberapa infeksi virus maupun bakteri, berbagai masalah pada
pencernaan, sakit kepala, mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik,
ibuprofen dan steroid, mengkonsumsi bahan bahan yang mengiritasi lambung dan
sebagainya.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. PERTANYAAN

Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang hampir sama, yaitu 20,16 mm untuk
laki-laki dan 20,20 mm untuk perempuan. Adapun tinggi palatum laki-laki sebesar
18,40 mm dan untuk perempuan sebesar 17,83 mm. Namun, perbedaan
panjang lengkung gigi lebih cenderung disebabkan oleh karena faktor ras dari
pada jenis kelamin.

Selain jenis
kelamin, daya gigit juga dipengaruhi oleh pemakaian kawat gigi. Untuk pengguna
protesa gigi tiruan lengkap hanya mampu menahan beban kunyah sekitar seperempat
sampai sepertiga dari kemampuan menahan beban kunyah orang dengan gigi geligi
asli yang normal. Penguna protesa gigi tiruan sebagian juga tidak mampu
menggigit sekuat orang dengan gigi geligi yang masih lengkap.


B. TABEL
Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan kelompok kami didapatkan hasil :
Pada pengamatan kekuatan gigit
maksimal pada orang coba, didapatkan hasil bahwa pada orang coba laki-laki
memiliki daya gigit maksimal lebih besar dari perempuan. Hal ini disebabkan
karena lebar permukaan rongga mulut pada laki-laki lebih besar. Sebab Jenis
kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi mempengaruhi panjang lengkung
gigi. Jadi, ukuran gigi laki-laki yang lebih besar menyebabkan lebar permukaan
rongga mulutnya lebih besar sehingga memliki daya gigi maksimal lebih besar
dari perempuan. Selain ukuran gigi dan lebar permukaan rongga mulut, yang
mempengaruhi kekuatan gigit maksimal adalah pengunaan protesa gigi tiruan. Pada
orang coba perempuan menggunakan kawat gigi sehingga tidak mampu menggigit sekuat orang dengan gigi
geligi yang masih lengkap.
Efesiensi kunyah merupakan jumlah gerak
kunyah atau waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi makanan menjadi ukuran
partikel tertentu kemampuan untuk melumatkan makanan.
Pada pengamatan efisiensi kunyah pada orang coba menunjukkan bahwa semakin
banyak jumlah pengunyahan efisiensinya semakin sedikit. Namun, hal ini
bertentangan dengan teori. Seharusnya semakin lama mengunyah efisiensinya
semakin naik. Sebab semakin lama kita mengunyah kemampuan untuk melumatkan
makanan semakin bertambah karena makanan yang mengalami pengunyahan lebih
banyak akan semakin halus.
Pada
pengamatan kelelahan pada otot wajah menunjukkan bahwa waktu kunyah orang coba
dari awal mengunyah sampai merasa lelah adalah 2 menit sebanyak 135 kunyahan. Pengunyahan
ideal sebanyak 33 kali. Sehingga jika seseorang mengunyah terus menerus tanpa
istirahat, maka ia akan mengalami kelelahan.
Pada
percobaan gerakan lidah pada saat pengunyahan saat posisi lidah relaksi,
anterior, lateral, dan mengunyah ukurannya adalah normal. Namun saat posisi
lidah posterior tidak normal. Sedangkan untuk bentuknya, saat posisi lidah
relaksasi dan mengunyah bentuknya normal. Saat posisinya anterior, bentuknya
semakin mengecil. Saat lateral, bentuknya mengecil namun juga memendek. Dan
saat posterior, bentuknya melebar dan pendek. Untuk warnanya saat posisi lidah
relaksai, anterior, dan posterior adalah pink coral. Sedangkan saat posisinya
laterah dan mengunyah, warnanya merah. Pada teksturnya, saat posisi lidah
relaksasi, posterior, dan mengunyah adalah halus. Dan saat posisinya anterior
dan lateral teksturnya kasar.
Pada
pemeriksaan palpasi pada saat menelan pola gerakan orang coba saat minum air
adalah kontraksi-relaksasi yaitu dari atas ke bawah. Yang menunjukkan kemampuan
menelan yang normal pada orang coba yaitu laring, trakea, tiroid akan naik pada
saat menelan.
Pada
pengamatan pengaruh peningkatan sekresi saliva terhadap penelanan menunjukkan
bahwa saat pemijatan pada orang coba yang mengunyah juga masih lancar dalam
menelan namun tidak selancar tanpa pemijatan. Jadi, kemudahan menelan pada
orang coba adalah dengan tanpa pemijatan. Sebab saat dilakukan pemijatan pada
pipi orang coba yang saat itu juga sedang mengunyah, menyebabkan pada orang
coba akan mengalami kesulitan untuk mengunyah.
Pada
percobaan pengaruh jenis makanan terhadap penelanan menunjukkan bahwa semakin
rasionya besar maka semakin lancar orang tersebut menelan. Jadi nasi putih
dengan rasio 1:3 memiliki tekstur lebih lembut daripada nasi putih dengan rasio
1:1 dan 1:2.
Pada
percobaan pengaruh sentuhan terhadap refleks muntah, pada pengaruh sentuhan
terhadap refleks muntah menunjukkan bahwa yang menunjukkan refleks muntah yaitu
saat dilakukan sentuhan pada bagian dorsal lidah, posterior, posterior palatum,
uvula, dan tonsil. Pada pengaruh suhu dan sentuhan terhadap refleks muntah yang
menunjukkan refleks muntah yaitu saat dilakukan sentuhan pada bagian dorsal
lidah, posterior palatum, uvula, dan tonsil. Pada pengaruh rasa pahit terhadap
refleks muntah yang menunjukkan refleks muntah yaitu saat dilakukan sentuhan
pada daerah posterior palatum, uvula, dan tonsil. Dari pengaruh sentuhan, suhu,
dan rasa pahit yang menunjukkan daerah paling sensitif adalah daerah tonsil
lidah sebab di daerah tersebut kaya akan reseptor nosiseptif. Reseptor ini
ditemukan di papila lidah yang membawa taste bud yang dapat memicu terjadinya
gag reflex.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Jenis
kelamin mempengaruhi ukuran gigi, ukuran gigi mempengaruhi lebar permukaan
rongga mulut. Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada
perempuan.
2. Kekuatan
gigit maksimal ditentukan oleh jenis kelamin dan ukuran gigi.
3. Jenis,
bahan, dan komposisi setiap makanan berbeda, sehingga mempengaruhi kemudahan
makanan tersebut untuk ditelan.
4. Daerah
paling sensitif yang menimbulkan refleks muntah adalah tonsil sebab banyak
mengandung reseptor nosiseptif.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Omari, I.K., Duaibis, R.B.,
Al-Bitar, Z.B., 2007, Application of Pont’s Index to a Jordanian Population, European
Journal of Orthodontics, 29: 627-631.
Banabilh, S.M., Samsudin, A.R.,
Suzina, A. H., Dinsuhaimi, S., 2010, Facial Profile Shape, Malocclusion and
Palatal Morphology in Malay Obstructive Sleep Apnea Patients, Angle
Orthodontist, 80:37-42
Budiman, J.A., Hayati, R., Sutrisna,
B., Soemantri, E.S., 2009, Identifikasi Bentuk Lengkung Gigi Secara
Kuantitatif, dentika Dental Journal, 14(2): 120-124.
Fehrenbach, M.J. dan Herring, S.W.,
2007, Anatomy of the Head and Neck, Edisi 3, Saunders Elsevier, St.
Louis, h.63-64.
Gaidyte, A., Latkauskiene, D., Baubiniene,
D., Leskauskas, V., 2003, Analysis of Tooth Size Discrepancy (Bolton Index)
Among Patients of Orthodontic Clinic at Kaunas Medical University, Stomatologija,
5(1): 27-30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar